Babasan Jeung Paribasa

adam lali tapel
poho ka baraya jeung poho ka lemah cai

adat kakurung ku iga
adat nu hese digantina

adean ku kuda beureum
beunghar ku barang titipan atawa ginding ku pakean batur

adigung adiguna
gede hulu, boga rasa leuwih ti batur, kaciri dina laku lampahna jeung omonganana

ngajul bulan ku asiwung, mesek kalapa ku jara
usaha anu mubadir, moal ngadatangkeun hasil (asiwung; kapas nu geus diberesihan sikina, biasana dipake keur mayit nutupan liang-liangan)

Monday, October 13, 2008

Wayang golek


Wayang golek adalah bentuk teater rakyat yang sangat populer. Orang sering menghubungkan kata “wayang” dengan “bayang” karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang memakai layar, dimana muncul bayangan-bayangan. Di Jawa Barat, wayang ada yang menggunakan boneka (dari kulit/wayang kulit atau kayu/wayang golek) dan ada yang dimainkan oleh manusia (wayang orang). Berkenaan dengan wayang golek, ada dua macam wayang golek, yakni wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah Sunda. Semua wayang, kecuali wayang wong, dimainkan oleh dalang sebagai pemimpin pertunjukan yang sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan antawacana, mengatur gamelan, mengatur lagu dan lain-lain.

Wayang golek biasanya memiliki lakon-lakon, baik galur maupun carangan yang bersumber dari cerita besar Ramayana dan Mahabrata dengan mempergunakan bahasa Sunda disertai iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, seperangkat bonang, seperangkat bonang rincik, seperangkat kenong, sepasang goong (kempul dan goong) dan ditambah dengan seperangkat kendang (sebuah kendang indung dan tiga buah kulanter), gambang serta rebab.

Sejak 1920-an, pertunjukan wayang golek selalu diiringi oleh pesinden. Popularitas pesinden pada masa-masa itu sangat tinggi, sehingga mengalahkan popularitas dalang wayang golek itu sendiri, terutama ketika zamannya Upit Sarimanah dan Titim Fatimah sekitar tahun 1960-an. Lakon yang biasa dipertunjukkan dalam wayang golek adalah lakon karangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukkan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi dan lain-lain.

Pola pengadegan wayang golek adalah sebagai berikut : 1) Tatalu, dalang dan pesinden naik panggung, gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara ; 2) Babak Unjal, Paseban dan bebegalan ; 3) Nagara sejen ; 4) Patepah ; 5) Perang gagal ; 6) Panakawan/goro-goro ; 7) Perang Kembang ; 8) Perang raket ; dan 9) Tutug.

Salah satu fungsi wayang di masyarakat adalah ngaruwat (ritus inisiasi), yaitu membersihkan yang diruwat dari kecelakaan (marabahaya). Beberapa orang yang diruwat (sukerta), antara lain: Wunggal (anak tunggal); Nanggung Bugang (seorang adik yang kakaknya meninggal); Suramba (empat orang putra); Surambi (empat orang putri); Pandawa (lima putra); Pandawi (lima putri); Talaga Tanggal Kausak (seorang putra dihapit putri); Samudra Hapit Sindang (seorang putri dihapit dua orang putra) dsb.

Wayang golek sebagai seni pertunjukan rakyat memiliki fungsi yang relevan dengan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun materialnya. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat, misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain, adakalanya diiringi dengan pertunjukan wayang golek. Secara spiritual masyarakat mengadakan ruwatan guna menolak bala, baik secara komunal maupun individual dengan mempergunakan pertunjukan wayang golek.

http://sunda.web.id/kesenian-jawa-barat/wayang-golek/
http://www.wayanggolek.net/detailchar.php?id=arjuna